TUGAS ILMU
BUDAYA DASAR”
Akulturasi Budaya Dan Efek Pengaruh
Terhadap Masyarakat Di Indonesia
NAMA :
MAYORETTE SHABRINA ANANDA
KELAS : 1EA-08
JURUSAN : MANAJEMEN
FAKULTAS : EKONOMI S1
DOSEN : Bapak
MUHAMMAD FARID MAHMUD
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
BAB 1
PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Multikultural dan Masyarakat Multikultural?
2. Apa perbandingan Budaya Multikultural barat dengan
multikultural Indonesia?
3. Bagaimanakah karakteristik Masyarakat Indonesia?
4. Bagaimana proses akulturasi yang terjadi di Indonesia?
5. Apa pengaruh akulturasi yang terjadi di Indonesia?
6. Bagaimana dampak negatif dan positif akulturasi yang terjadi
di Indonesia?
7. Apa saja solusi terhadap akulturasi yang terjadi di
Indonesia?
Tujuan Penulisan
1. mengetahui pengertian Multikultural dan Masyarakat Multikultural
secara jelas;
2. mengetahui perbandingan Budaya Multikultural barat dengan
multikultural Indonesia;
3. memahami karakteristik Masyarakat Indonesia secara
mendalam;
4. mengetahui proses akulturasi yang terjadi
di Indonesia secara terperinci;
5. mengetahui pengaruh akulturasi yang terjadi
di Indonesia secara jelas;
6. mengetahui dampak negatif dan positif akulturasi yang terjadi
di Indonesia;
7.mengetahui solusi terhadap akulturasi yang terjadi di
Indonesia.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pengertian Multikultural
Multikulturalisme berasal dari dua
kata; multi (banyak/beragam) dan cultural(budaya
atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya.
Sedangkan menurt istilah seperti yang dikemukakan oleh Parsudi
Suparlan “Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan
dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan”. Selanjutnya
dalam situs wikipedia dijelaskan bahwa,
pengertian Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun
kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas
keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam
kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan
politik yang mereka anut.
Lahirnya Masyarakat Multikultural
Dalam masyarakat majemuk manapun, mereka
yang tergolong sebagai minoritas selalu didiskriminasi. Ada yang
didiskriminasi secara legal dan formal, seperti yang terjadi di negara Afrika
Selatan sebelum direformasi atau pada jaman penjajahan Belanda dan penjajahan
Jepang di Indonesia. Dan, ada yang didiskriminasi secara sosial dan budaya
dalam bentuk kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah setempat seperti yang
terjadi di Indonesia dewasa ini. Konsep diskriminasi sebenarnya
hanya digunakan untuk mengacu pada tindakan-tindakan perlakuan yang berbeda dan
merugikan terhadap mereka yang berbeda secara askriptif oleh golongan yang
dominan. Yang termasuk golongan sosial askriptif adalah suku
bangsa (termasuk golongan ras, kebudayaan sukubangsa, dan keyakinan beragama),
gender atau golongan jenis kelamin, dan umur. Berbagai tindakan diskriminasi
terhadap mereka yang tergolong minoritas, atau pemaksaan untuk merubah cara
hidup dan kebudayaan mereka yang tergolong minoritas adalah pola-pola kehidupan
yang umum berlaku dalam masyarakat majemuk. Berbagai kritik atau penentangan
terhadap dua pola yang umum dilakukan oleh golongan dominan terhadap minoritas
biasanya tidak mempan, karena golongan dominan mempunyai kekuatan berlebih dan
dapat memaksakan kehendak mereka baik secara kasar dengan kekuatan militer dan
atau polisi atau dengan menggunakan ketentuan hukum dan berbagai cara lalin
yang secara sosial dan budaya masuk akal bagi kepentingan mereka yang dominan.
Sehingga cara yang terbaik adalah dengan
merubah masyarakat majemuk (plural society) menjadi masyarakat
multikultural (multicultural society), dengan cara mengadopsi
ideologi multikulturalisme sebagai pedoman hidup dan sebagai keyakinan bangsa
untuk diaplikasikan dalam kehidupan bangsa. karena dalam masyarakat
multikultural hak-hak untuk berbeda diakui dan dihargai.
Menurut E. Juhana Wijaya. masyarakat multikultural adalah masyarakat
yang terdiri atas beragam suku bangsa dan budaya. Masyarakat Indonesia
tergolong masyarakat multikultural, karena masyarakatnya sangat majemuk dalam
suku bangsa, ras, agama, mata pencaharian, adat istiadat golongan politik, dan
sebagainya.
Maka, Masyarakat multikultural itu
sendiri dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup
menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang
mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap
masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri
khas bagi masyarakat tersebut.
Multilkultural Barat
Secara umum
multikulturalisme di dunia dibagi atas multikulturalisme timur dan
multikulturalisme barat. Pembagian ini disebabkan oleh terjadi polarisasi
antara Negara-negara sosialis di timur dengan Negara liberal di barat.
Di
timur,kebanyakan Negara-negara menganut paham sosialis yang berisi keadilan dan
persamaan dalam segala hal, termasuk budaya,sehimgga yang terjadi cenderung
kearah monokulturalisme, paham yang menghendaki kesatuan budaya,bukan
multikulturalisme.
Di
barat, kebijakan tentang multikulturalisme tercermin dalam kebijakan resmi di
negara berbahasa-Inggris (English-speaking countries, yang
dimulai diKanada pada tahun 1971. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar
anggota Uni Eropa,
sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara elit. Lebih mudahnya proses multikulturalisme
di barat daripada di timur disebabkan karena barat menganut liberalisme yang
membebaskan semua warganya untuk mengembangkan budayanya.
Dengan demikian kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa multikultural di Negara Barat cenderung bebas (tidak terikat
aturan), yakni setiap warga Negara diberikan kebebasan tanpa ada batasan.
Multikultural Indonesia
Kesadaran multikultur
sebenarnya sudah muncul sejak Negara RepublikIndonesia terbentuk. Pada
masa Orde Baru, kesadaran tersebut dipendam atas nama kesatuan dan persatuan.
Paham monokulturalisme kemudian ditekankan. Akibatnya sampai saat ini, wawasan
multikulturalisme bangsa Indonesia masih sangat rendah. Ada juga pemahaman yang
memandang multikultur sebagai eksklusivitas. Multikultur justru
disalah artikan yang mempertegas batas identitas antar individu. Bahkan
ada yang juga mempersoalkan masalah asli atau tidak asli
Multikultur baru
muncul pada tahun 1980-an yang awalnya mengkritik penerapan demokrasi. Pada
penerapannya, demokrasi ternyata hanya berlaku pada kelompok tertentu. Wacana
demokrasi itu ternyata bertentangan dengan perbedaan-perbedaan dalam
masyarakat. Cita-cita reformasi untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan
dengan cara membangun dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan
kehidupan yang dibangun oleh Orde Baru.
Inti
dari cita-cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis, adanya dan
ditegakkannya hukum untuk supremasi keadilan, pemerintahan yang bersih dari
KKN, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam masyarakat yang
menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang
mensejahterakan rakyat Indonesia. Bangunan Indonesia Baru dari hasil reformasi
atau perombakan tatanan kehidupan Orde Baru adalah sebuah “masyarakat
multikultural Indonesia” dari puing-puing tatanan kehidupan Orde Baru yang
bercorak “masyarakat” (plural society) sehingga corak masyarakat
Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan
kebudayaannya tetapi keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat
Indonesia.
Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural adalah
multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan.
Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat dilihat sebagai mempunyai
sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya
seperti sebuah mozaik. Di dalam mozaik tercakup semua kebudayaan dari
masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat
yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mozaik
tersebut. Model multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan
oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai
kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD
1945, yang berbunyi “Kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak
kebudayaan di daerah”.
Hal yang harus kita waspadai adalah munculnya perpecahan etnis, budaya dan suku
di dalam tubuh bangsa kita sendiri. Bangsa Indonesia yang kita ketahui bersama
memiliki bermacam-macam kebudayaan yang dibawa oleh banyak suku, adat-istiadat
yang tersebar di seluruh Nusantara. Dari Sabang sampai Merauke kita telah
banyak mengenal suku-suku yang majemuk, seperti; Suku Jawa, Suku Madura, Suku
Batak, Suku Dayak, Suku Asmat dan lainnya. Yang kesemuanya itu mempunyai
keunggulan dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Begitu kayanya bangsa kita dengan suku, adat-istiadat, budaya, bahasa, dan
khasanah yang lain ini, apakah benar-benar menjadi sebuah kekuatan bangsa
ataukah justru berbalik menjadi faktor pemicu timbulnya disintegrasi bangsa.
Paham Sukuisme
sempit inilah yang akan membawa kepada perpecahan. Seperti konflik di
Timur-Timur, di Aceh, di Ambon, dan yang lainya. Entah konflik itu muncul
semata-mata karena perselisihan diantara masyarakat sendiri atau ada “sang
dalang” dan provokator yang sengaja menjadi penyulut konflik. Mereka yang tidak
menginginkan sebuah Indonesia yang utuh dan kokoh dengan keanekaragamannya.
Untuk itu kita harus berusaha keras agar kebhinekaan yang kita banggakan ini
tak sampai meretas simpul-simpul persatuan yang telah diikat dengan paham
kebangsaan oleh Bung Karno dan para pejuang kita.
Hal ini disadari betul oleh para founding father kita,
sehingga mereka merumuskan konsep multikulturalisme ini dengan semboyan
“Bhineka Tunggal Ika”. Sebuah konsep yang mengandung makna yang luar biasa.
Baik makna secara eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit, semboyan ini
mampu mengangkat dan menunjukkan akan keanekaragaman bangsa kita. Bangsa yang
multikultural dan beragam, akan tetapi bersatu dalam kesatuan yang kokoh.
Selain itu, secara implisit “Bhineka Tunggal Ika” juga mampu memberikan semacam
dorongan moral dan spiritual kepada bangsa indonesia, khusunya pada
masa-masa pasca kemerdekaan untuk senantiasa bersatu melawan ketidakadilan para
penjajah. Walaupun berasal dari suku, agama dan bahasa yang berbeda.
Kemudian munculnya
Sumpah Pemuda pada tahun 1928 merupakan suatu kesadaran akan perlunya
mewujudkan perbedaan ini yang sekaligus dimaksudkan untuk membina persatuan dan
kesatuan dalam menghadapi penjajah Belanda. Yang kemudian dikenal sebagi cikal
bakal munculnya wawasan kebangsaan Indonesia. Multikulturalisme ini juga
tetap dijunjung tinggi pada waktu persiapan kemerdekaan, sebagaimana dapat
dilihat, antara lain dalam sidang-sidang BPUPKI. Betapa para pendiri republik
ini sangat menghargai pluralisme, perbedaan (multikulturalisme). Baik dalam
konteks sosial maupun politik. Bahkan pencoretan “tujuh kata” dalam Piagam
Jakarta, pun dapat dipahami dalam konteks menghargai sebuah multikulturalisme
dalam arti luas.
Kemudian sebuah ideologi yang diharapkan
mampu menjadi jalan tengah sekaligus jembatan yang menjembatani terjadinya
perbedaan dalam negara Indonesia. Yaitu Pancasila, yang seharusnya mampu
mengakomodasi seluruh kepentingan kelompok sosial yang multikultural,
multietnis, dan agama ini. Termasuk dalam hal ini Pancasila haruslah terbuka.
Harus memberikan ruang terhadap berkembangannya ideologi sosial politik yang
pluralistik.
Perbandingan Budaya Barat Dan Indonesia dari hasil Multikultural
Budaya adalah kristalisasi nilai
dan pola hidup yang dianut suatu komunitas. Budaya tiap komunitas tumbuh dan
berkembang secara unik, karena perbedaan pola hidup komunitas itu. Dalam makalah ini kami
mengambil contoh perbandingan budaya Jepang dan Indonesia. Dengan
mengenali perbedaan kedua budaya itu, kita akan semakin dapat memahami
keanekaragaman pola hidup yang ada, yang akan bermanfaat saat berkomunikasi dan
berinteraksi dengan pihak yang berasal dari budaya yang berbeda. adapun
kesulitan utama dalam membuat perbandingan budaya
antara Indonesia dan Jepang disebabkan perbedaan karakteristik kedua
bangsa tersebut. Bangsa Jepang relatif homogen, dan hanya memiliki sekitar 15
bahasa (tidak berarti 15 suku bangsa, karena termasuk didalamnya sign
language untuk tuna rungu), dan telah memiliki sejarah yang jauh lebih
panjang, sehingga nilai-nilai budaya itu lebih mengkristal. Adapun
bangsa Indonesia berciri heterogen, multi etnik, memiliki lebih dari 700
bahasa, sehingga tidak mudah untuk mencari serpih-serpih budaya yang mewakili
Indonesia secara nasional. Perlu dipisahkan nilai-nilai mana yang diterima
secara nasional di Indonesia, dan mana yang merupakan karakter unik salah satu
suku yang ada. Adapun beberapa perbedaan budaya keduanya, adalah sebagai
berikut :
1. Dalam
budaya Jepang, nama keluarga dimasukkan dalam catatan sipil secara resmi,
tetapi di Indonesia nama keluarga ini tidak dicatatkan secara resmi di kantor
pemerintahan.
2. Di Jepang
setelah menikah seorang wanita akan berganti nama secara resmi mengikuti nama
keluarga suaminya. Sedangkan di Indonesia saat menikah, seorang wanita tidak
berganti nama keluarga. Di Indonesia umumnya setelah menikah nama suami
dilekatkan di belakang nama istri. Tetapi penambahan ini tidak melewati proses
legalisasi/pencatatan resmi di kantor pemerintahan.
3. Huruf
Kanji yang bisa dipakai untuk menyusun nama anak di Jepang dibatasi oleh
pemerintah (sekitar 2232 huruf, yang disebut jinmeiyo kanji), sedangkan di
Indonesia tidak ada pembatasan resmi untuk memilih kata yang dipakai sebagai
nama anak.
4. Pemakaian
gesture/gerak tubuh untuk memberikan penghormatan dan kasih sayang
Salah satu topik
menarik untuk dibahas adalah bagaimana memakai bahasa tubuh untuk mengungkapkan
penghormatan. Jepang dan Indonesia memiliki cara berlainan dalam
mengekspresikan terima kasih, permintaan maaf, dsb.
Baik budaya Jepang
maupun Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam mengekspresikan rasa
hormat, rasa maaf. Jabat tangan adalah satu-satunya tradisi yang berlaku baik
di Jepang maupun Indonesia. Kesalahan yang sering terjadi jika seorang
Indonesia baru mengenal budaya Jepang adalah saat melakukan ojigi (menghormat
dengan membukukan badan), wajah tidak ikut ditundukkan melainkan memandang
lawan bicara. Hal ini mungkin terjadi karena terpengaruh gaya jabat tangan yang
lazim dilakukan sambil saling berpandangan mata.
BAB 3
PEMBAHASAN
Masyarakat Indonesia dan Akulturasi
Karakteristik Masyarakat Indonesia
Mudah sekali kita
melihat karakter masyarakat Indonesia saat ini, cukup dengan
memperhatikan lalu lintas Jakarta, melihat dan memperhatikan mobil dan
motor yang lewat atau berada di depan kita. Dhyva
(2010: 1) Karakter itu bisa saya uraikan satu per satu sebagai berikut:
1. Kurang sabar dan mau
menang sendiri.
Masyarakat
kita engga sabaran, maunya cepat. Banyak yang sampai belakangan di lampu merah
tetap saja memaksakan diri untuk menjadi yang terdepan. Semangat menjadi yang
terdepan itu bagus, tapi kalau terdepan dengan memaksakan diri merangsek ke
depan lampu merah bahkan melewati zebra cross, itu sih namanya mau menang
sendiri. Dan, itulah yang banyak terjadi saat ini. Kalau mau lihat yang lucu
ada di lampu merah pinggir rel kereta arah dari senayan/MPR ke Pal Merah.
Barisan antrian motor bisa melebar, bukan memanjang ke belakang. Saya sempat
tertawa geli melihatnya. Seperti ini kah Indonesiaku?
2. Kurang
disiplin.
Wah, yang ini parah banget di Indonesia, khususnya di
Jakarta. Tapi saya rasa di kota lain juga sama saja. Saya ke Surabaya, Pontianak,
dan kota lainnya, sama saja. Disiplin berlalu lintas di Indonesia sangat
rendah. Zebra cross dihajar, padahal itu untuk penyeberang jalan. Trotoar yang
untuk pejalan kaki pun dikuasai juga oleh pengendara sepeda motor. Mau ke mana
sih mas kayak dikejar setan? Banyak juga yang tidak mengerti warna lampu lalu
lintas. Warna merah sering kali diartikan “sikat saja, jalan terus”, apalagi
warna hijau. Saya engga habis pikir mereka itu koq bisa lulus ujian bikin SIM.
3. Kurang toleran dan
pengertian, egois.
Anda
tentu pernah merasakan betapa susahnya memutar jalan. Mobil dan motor yang
berada di jalur seberang tidak ada yang mau berhenti memberikan kesempatan bagi
kita untuk memutar balik. Padahal ketika kondisinya berbalik di mana mereka
yang memutar, pasti mereka akan mengumpat habis karena susahnya memutar. Begitulah masyarakat
kita saat ini. Egois, kurang toleran.
4. Tidak bisa diatur.
Polisi ada untuk mengatur lalu lintas
agar lebih lancar.Ada juga orang yang secara ikhlas berperan mirip seperti
polisi, mengatur lalu lintas agar lancar. Tapi banyak pengendara yang tidak mau
diatur, mereka ingin lebih dulu, tidak mau mengalah. Inilah penyakit yang ada
di masyarakat kita.
Pengertian Akulturasi
Menurut situs
Wikipedia, Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu
lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Selanjutnya Galih Arianto mengemukakan
bahwa, Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok
manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari
suatu kebudayaan asing, sehingga unsur -unsur kebudayaan asing itu lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu.
Misalnya, masyarakat pendatang
berkomunikasi dengan masyarakat setempat dalam acara syukuran, secara tidak
langsung masyarakat pendatang berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu
milik mereka untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan tanapa.menghilangkan.
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa
pada intinya yang dimaksud dengan akulturasi itu adalah proses percampuran
diantara dua unsur budaya yang berbeda.
Proses Akulturasi di Indonesia
Mengacu dari definisi
akulturasi bahwa Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala
suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari
suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan
kelompok itu sendiri.
Apabila
Diperhatikan Prosesnya Akulturasi Terjadi Dalam Dua cara, yaitu :
1. Akulturasi damai (penetration pasifique),
terjadi jika unsur-unsur kebudayaan asing dibawa secara damai tanpa paksaan dan
disambut baik oleh masyarakat kebudayaan penerima.
2. Akulturasi ekstrim, terjadi dengan kekerasan, perang, penaklukkan,
akibatnya unsur-unsur kebudayaan asing dari pihak yang menang dipaksakan untuk
diterima di tengah-tengah masyarakat yang dikalahkan.
Dari dua cara diatas yang memberikan
pengaruh positif dan negatif Namun proses akulturasi kita harus melihat dinamika
dari masyarakt indonesia dan kebudayaannya, adalah yang pertama kali
memperlihatkan, bahwa masyarakat dan kebudayaannya tidak pernah berada dalam
keadaan statis, tetapi selalu berada dalam proses dinamis. Hal ini
disebabkan karena dalam masyarakat selalu bekerja dua macam
kekuatan yaitu kekuatan yang ingin menerima perubahan yang disebut progresif,
sedangkan mereka yang cenderung menolak perubahan keadaan yang ada disebut
sebagai kaum konservatip. Masing-masing kelompok itu mempunyai alasan sendiri-sendiri
untuk mengambil sikap. Kaum progresif menginginkan perubahan biasanya karena
dua alasan utama : pertama, mereka menginginkan suatu keadaan yang tidak hendak
mereka pertahankan lebih lanjut karena keadaan itu tidak memberikan kepuasan
hidup atau malah membuat mereka menderta secara berkepanjangan, atau kedua,
mereka menapak kemungkinan baru yang diperkirakan akan membuat keadaan yang
mereka alami akan menjadi lebih baik dan maju. Namun kaum konservatip
biasanya mempunyai alasan yang sebaliknya
ADAPUN CONTOH WUJUD AKULTURASI
KEBUDAYAAN INDONESIA DAN KEBUDAYAAN ISLAM, YAKNI :
1.
Seni Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid,
makam, istana. Wujud akulturasi dari masjid kuno memiliki ciri sebagai berikut:
a. Atapnya berbentuk
tumpang yaitu atap yang bersusun
semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas.
Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan biasanya ditambah dengan kemuncak untuk
memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut dengan Mustaka.
b. Tidak
dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di
luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan
kentongan atau bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan
kentongan merupakan budaya asli Indonesia.
c. Letak masjid
biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan
didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam.
Mengenai contoh masjid kuno dapat memperhatikan Masjid Agung Demak, Masjid
Gunung Jati (Cirebon), Masjid Kudus dan sebagainya. Selain bangunan masjid
sebagai wujud akulturasi kebudyaan Islam, juga terlihat pada bangunan makam.
Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari:
1. makam-makam
kuno dibangun di atas bukit atau tempat
tempat
yang keramat.
2. makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut
dengan Jirat atau Kijing,nisannya juga terbuat dari batu.
3. di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang
disebut dengan cungkup atau kubba.
4. dilengkapi dengan tembok atau gapura yang
menghubungkan antara makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam. Bentuk
gapura tersebut ada yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada
yang berbentuk candi bentar (tidak beratap dan tidak berpintu).
5. Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut
masjid makam dan biasanya makam tersebut adalah makam para wali atau raja.
Contohnya masjid makam Sendang Duwur di Tuban.
2. Seni Rupa
Tradisi
Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang
menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula
Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian,
ditengah ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir.
Ukiran ataupun
hiasan, selain ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau pada
pintu dan tiang. Untuk hiasan pada gapura.
3. Aksara
dan Seni Sastra
Tersebarnya
agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan,
yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab
Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang
dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tandatanda a,
i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang
menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun
ukiran.
Sedangkan dalam
seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang
berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang
banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni
sastra tersebut terlihat dari tulisan/ aksara yang dipergunakan yaitu
menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang
mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.
4. Sistem Pemerintahan
a. Hikayat yaitu
cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat
ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk
gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu
Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat
Sri Rama (Hindu).
b. Babad adalah kisah
rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya
Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c. Suluk adalah kitab
yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d. Primbon adalah
hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi
ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau
Jawa.
5. Sistem Kalender
Sebelum budaya Islam
masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender
Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan
nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Apakah
sebelumnya Anda pernah mengetahui/mengenal hari-hari pasaran? Setelah
berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan
menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah
(Islam).
Pada kalender Jawa, Sultan Agung
melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro,
Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan nama-nama
hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Dan bahkan hari
pasaran pada kalender saka juga dipergunakan.
Kalender Sultan Agung tersebut dimulai
tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan
tanggal 8 Agustus 1633 M.
Pengaruh
Akulturasi Terhadap Masyarakat Indonesia
Adapun pengaruh yang
ditimbulkan dari akulturasi terhadap masyarakat Indonesiasangat beargam,
mulai dari pengaruh
positif maupun negatif, yakni :
A. Dampak negatif akulturasi di Indonesia
1. hilangnya
identitas leluhur dan budaya kita, Dalam contoh sehari-hari dapat dilihat
bagaimana budaya yang nenek moyang kita wariskan lama-lama mulai luntur/hilang
karena sudah tidak diperhatikan lagi, hal ini disebabkan masyarakat cenderung
leih menyukai budaya luar yang dirasa lebih modern, praktis dangaya. Kita ambil
contoh mengenai permainan tradisonal, banyak sekali yang sudah tidak mengenal
permainan tradisionalnya, contohnya seperti enggrang, bagunduh, lempar gasing,
balogo, badaku, dll. Sekarang masyarakat lebih mengenal yang namanya
playstation, bilyar, skateboard, track-trackan, clubbing, shopping, dll. Secara
langsung maupun tidak langsung didalam hal ini telah terjadi asimilasi dimana
kebudayaan lama yang ada telah tergantikan dengan kebudayaan baru.
2. terjadinya pencampuran
budaya-budaya luar yg kurang baik kepada budaya kita yg notabene mengedepankan
aspek religi, sehingga terjadi penyimpangan dalam beragama. Contoh
masuknya aliran Ahmadiyah di indonesia.
3. memberi
peluang untuk hilangnya suatu kebudayaan asli.
Sehingga akan terjadi asimilasi dalam budaya.
4. Menimbulkan
konflik antara budayawan lama dan modern.
Dampak positif
akulturasi di Indonesia
1. Memberikan
inovasi dalam budaya untuk menjaga dan melestarikan budaya
2. Mempererat persatuan dengan akulturasi antara
kebudayaan lokal, yang ada pada masyarakat multikultural.
3. Menjadikan
maayarakat tradisional mengetahui teknologi.
Sehingga menurut Ralp Linton sebagai mana yang dikutip
Sajogyo (1985 : 93 ) yaitu mengenai fase perkembangan dalam sejarah manusia.
Tidak perlu semua masyarakat mengalami fase tersebut. Dalam hal ini Liontin
melihat perubahan teknologi yang sangat penting dan mendasar, karena menjadi
dasar yang memungkinkan adanya perkembanagan yang baru dan tidak melupakan
budaya nenek moyang, dalam hal ini lionton menggunakan istilah mutasi
teknologi, menurutnya dalam perkembangan sejarah manusia mengalami dua mutasi
sebagai berikut.
Mutasi pertama yaitu penggunaan alat api hal
ini menandai pergantian masyarakat hewani ke masyarakat manusia, teknologi
inilah terjadinya perkembangan yang disebut masyarakat primitif atau masyarakat
purba, atau masyarakat buta tulis.
Mutasi kedua demostikasi hewan dan tanaman. Sebagai gantinya pengumpulan
makanan, orang menemukan untuk memprodiksi makanan. Kemampuan teknologi baru
ini, yaitu kekuasaan lebih besar atas alam sekitar. Sehingga banyak perubahan
yang tidak melupakan budaya terdahulu, sebagai acuan perbandingan.
BAB 4
PENUTUPAN
Kesimpulan
Sebagaimana hal yang
lainnya, akulturasi juga memiliki dampak positif dan negatif. oleh karena itu,
perlu kita perhatikan bagaimana caranya agar kita dapat memaksimalkan dampak
positif itu dan meminimalisir bahkan menghilangkan dampak negatifnya dengan
cara menyaring atau memilih nilai budaya asing yang hendak diserap.
Mengembangkan nilai-nilai positif dari
budaya baru tersebut tanpa membuatnya lebih diutamakan daripada budaya, apalagi
menghapus budaya asli yang telah ada asli. Maka
dari itu, usaha pelestarian budaya asli harus seimbang dengan pengembangan
nilai posistif dari budaya asing. Sedangkan untuk nilai-nilai negatif budaya
asing, tentunya diperlukan penghalang atau pembatas agar nilai-nilai negatif
tersebut tidak masuk, merusak bahkan mengganti budaya asli.
Saran-saran
Saya menyarankan kepada para pembaca
agar dapat lebih membaca buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan masyarakat
multicultural dan akulturasi. Karena tidak bisa didiamkan lagi, bahwa hal ini
adalah hal yang begitu penting dan berpengaruh sangat, begitu diharapkan kita
dapat mengenali gejala-gejala adanya akulturasi dalam suatu budaya dan bisa
menyaring nilai-nilai positif dan negatif dari kebudayaan asing, dan lebih
menjaga atau mempertahankan budaya asli kita sendiri dan mohon maaf kalau
kata-kata saya kurang sopan.. Terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
Arianto, Galih
(2010). Akulturasi. [online]. Tersedia :galihredevils.blogspot.com/2010/10/akulturasi.html – [31
Maret 2011]
Boys, Rifa (2010). Masyarakat
Multikultural. [online] Tersedia :
http://rifaboys.wordpress.com/2010/05/22/masyarakat-multikultular/
[10 April 2011].
Dhyva
(2010) Karakteristik Masyarakat Indonesia. [online].
Tersedia:http://dhyva.wordpress.com/2010/01/22/karakteristik-masyarakat-indonesia-10-tahun-terakhir/
[11 April 2011]
Kusumohamojdojdo,
Budiono.(2000). Kebhinekaan Masyarakat di Indonesia. Jakarata :
PT.Grasindo
Mulia, Sudartoyo
Putra.( 2008). Perkembangan dan Akulturasi di Indonesia. [online].
Tersedia :
http://indonesianto07.wordpress.com/2008/11/09/perkembangan-dan-akulturasi-islam-di-indonesia/
[10 April 2011]
Sajogyo,Pudjiawati. (1985). Sosiologi
Pembangunan. Jakarta: IKIP Jakarta.
Suparlan,
Parsudi. Masyarakat Majemuk. [online]. Tersedia :
http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/masyarakat_majemuk.html [10 April 2011
www.wikipidia.com. [08 april 2011]
Wijaya, E Juhana.
(2007). Memahami IPS SMK 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar