Kamis, 19 November 2015




TUGAS ILMU BUDAYA DASAR”

Akulturasi Budaya Dan Efek Pengaruh Terhadap Masyarakat Di Indonesia

Description: Gunadarma

NAMA                       : MAYORETTE SHABRINA ANANDA
KELAS                      : 1EA-08
JURUSAN                : MANAJEMEN
FAKULTAS               : EKONOMI S1
DOSEN                    : Bapak MUHAMMAD FARID MAHMUD
UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK


BAB 1
PENDAHULUAN
  
Rumusan Masalah
1.  Apa pengertian Multikultural dan Masyarakat Multikultural?
2.  Apa perbandingan Budaya Multikultural barat dengan multikultural Indonesia?
3. Bagaimanakah karakteristik Masyarakat Indonesia?
4. Bagaimana proses akulturasi yang terjadi di Indonesia?
5. Apa pengaruh akulturasi yang terjadi di Indonesia?
6. Bagaimana dampak negatif dan positif akulturasi yang terjadi di Indonesia?
7. Apa saja solusi terhadap akulturasi yang terjadi di Indonesia?

Tujuan Penulisan
1.  mengetahui pengertian Multikultural dan Masyarakat Multikultural secara jelas;
2.  mengetahui perbandingan Budaya Multikultural barat dengan multikultural Indonesia;
3. memahami karakteristik Masyarakat Indonesia secara mendalam;
4. mengetahui proses akulturasi yang terjadi di Indonesia secara terperinci;
5. mengetahui pengaruh akulturasi yang terjadi di Indonesia secara jelas;
6. mengetahui dampak negatif dan positif akulturasi yang terjadi di Indonesia;
7.mengetahui solusi terhadap akulturasi yang terjadi di Indonesia.



BAB 2
LANDASAN TEORI

Pengertian Multikultural
Multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural(budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya.
Sedangkan menurt istilah seperti yang dikemukakan oleh Parsudi Suparlan “Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan”. Selanjutnya dalam situs wikipedia dijelaskan bahwa, pengertian Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.

 Lahirnya Masyarakat Multikultural
Dalam masyarakat majemuk manapun, mereka yang tergolong sebagai minoritas selalu didiskriminasi. Ada yang didiskriminasi secara legal dan formal, seperti yang terjadi di negara Afrika Selatan sebelum direformasi atau pada jaman penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang di Indonesia. Dan, ada yang didiskriminasi secara sosial dan budaya dalam bentuk kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Konsep diskriminasi sebenarnya hanya digunakan untuk mengacu pada tindakan-tindakan perlakuan yang berbeda dan merugikan terhadap mereka yang berbeda secara askriptif oleh golongan yang dominan. Yang termasuk golongan sosial askriptif adalah suku bangsa (termasuk golongan ras, kebudayaan sukubangsa, dan keyakinan beragama), gender atau golongan jenis kelamin, dan umur. Berbagai tindakan diskriminasi terhadap mereka yang tergolong minoritas, atau pemaksaan untuk merubah cara hidup dan kebudayaan mereka yang tergolong minoritas adalah pola-pola kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat majemuk. Berbagai kritik atau penentangan terhadap dua pola yang umum dilakukan oleh golongan dominan terhadap minoritas biasanya tidak mempan, karena golongan dominan mempunyai kekuatan berlebih dan dapat memaksakan kehendak mereka baik secara kasar dengan kekuatan militer dan atau polisi atau dengan menggunakan ketentuan hukum dan berbagai cara lalin yang secara sosial dan budaya masuk akal bagi kepentingan mereka yang dominan.

Sehingga cara yang terbaik adalah dengan merubah masyarakat majemuk (plural society) menjadi masyarakat multikultural (multicultural society), dengan cara mengadopsi ideologi multikulturalisme sebagai pedoman hidup dan sebagai keyakinan bangsa untuk diaplikasikan dalam kehidupan bangsa. karena dalam masyarakat multikultural hak-hak untuk berbeda diakui dan dihargai.
Menurut E. Juhana Wijaya.  masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas beragam suku bangsa dan budaya. Masyarakat Indonesia tergolong masyarakat multikultural, karena masyarakatnya sangat majemuk dalam suku bangsa, ras, agama, mata pencaharian, adat istiadat golongan politik, dan sebagainya.
Maka, Masyarakat multikultural itu sendiri dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.

Multilkultural Barat
                        Secara umum multikulturalisme di dunia dibagi atas multikulturalisme timur dan multikulturalisme barat. Pembagian ini disebabkan oleh terjadi polarisasi antara Negara-negara sosialis di timur dengan Negara liberal di barat.
            Di timur,kebanyakan Negara-negara menganut paham sosialis yang berisi keadilan dan persamaan dalam segala hal, termasuk budaya,sehimgga yang terjadi cenderung kearah monokulturalisme, paham yang menghendaki kesatuan budaya,bukan multikulturalisme.
             Di barat, kebijakan tentang multikulturalisme tercermin dalam kebijakan resmi di negara berbahasa-Inggris (English-speaking countries, yang dimulai diKanada pada tahun 1971Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara elitLebih mudahnya proses multikulturalisme di barat daripada di timur disebabkan karena barat menganut liberalisme yang membebaskan semua warganya untuk mengembangkan budayanya.
Dengan demikian kita dapat mengambil kesimpulan bahwa multikultural di Negara Barat cenderung bebas (tidak terikat aturan), yakni setiap warga Negara diberikan kebebasan tanpa ada batasan.

Multikultural Indonesia
Kesadaran multikultur sebenarnya sudah muncul sejak Negara RepublikIndonesia terbentuk. Pada masa Orde Baru, kesadaran tersebut dipendam atas nama kesatuan dan persatuan. Paham monokulturalisme kemudian ditekankan. Akibatnya sampai saat ini, wawasan multikulturalisme bangsa Indonesia masih sangat rendah. Ada juga pemahaman yang memandang multikultur sebagai eksklusivitas. Multikultur justru disalah artikan yang mempertegas batas identitas antar individu. Bahkan ada yang juga mempersoalkan masalah asli atau tidak asli
Multikultur baru muncul pada tahun 1980-an yang awalnya mengkritik penerapan demokrasi. Pada penerapannya, demokrasi ternyata hanya berlaku pada kelompok tertentu. Wacana demokrasi itu ternyata bertentangan dengan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Cita-cita reformasi untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara membangun dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan kehidupan yang dibangun oleh Orde Baru.
Inti dari cita-cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis, adanya dan ditegakkannya hukum untuk supremasi keadilan, pemerintahan yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia. Bangunan Indonesia Baru dari hasil reformasi atau perombakan tatanan kehidupan Orde Baru adalah sebuah “masyarakat multikultural Indonesia” dari puing-puing tatanan kehidupan Orde Baru yang bercorak “masyarakat” (plural society) sehingga corak masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya tetapi keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia.
            Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mozaik. Di dalam mozaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mozaik tersebut. Model multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi “Kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.
            Hal yang harus kita waspadai adalah munculnya perpecahan etnis, budaya dan suku di dalam tubuh bangsa kita sendiri. Bangsa Indonesia yang kita ketahui bersama memiliki bermacam-macam kebudayaan yang dibawa oleh banyak suku, adat-istiadat yang tersebar di seluruh Nusantara. Dari Sabang sampai Merauke kita telah banyak mengenal suku-suku yang majemuk, seperti; Suku Jawa, Suku Madura, Suku Batak, Suku Dayak, Suku Asmat dan lainnya. Yang kesemuanya itu mempunyai keunggulan dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya.

            Begitu kayanya bangsa kita dengan suku, adat-istiadat, budaya, bahasa, dan khasanah yang lain ini, apakah benar-benar menjadi sebuah kekuatan bangsa ataukah justru berbalik menjadi faktor pemicu timbulnya disintegrasi bangsa.
Paham Sukuisme sempit inilah yang akan membawa kepada perpecahan. Seperti konflik di Timur-Timur, di Aceh, di Ambon, dan yang lainya. Entah konflik itu muncul semata-mata karena perselisihan diantara masyarakat sendiri atau ada “sang dalang” dan provokator yang sengaja menjadi penyulut konflik. Mereka yang tidak menginginkan sebuah Indonesia yang utuh dan kokoh dengan keanekaragamannya. Untuk itu kita harus berusaha keras agar kebhinekaan yang kita banggakan ini tak sampai meretas simpul-simpul persatuan yang telah diikat dengan paham kebangsaan oleh Bung Karno dan para pejuang kita.
               Hal ini disadari betul oleh para founding father kita, sehingga mereka merumuskan konsep multikulturalisme ini dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Sebuah konsep yang mengandung makna yang luar biasa. Baik makna secara eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit, semboyan ini mampu mengangkat dan menunjukkan akan keanekaragaman bangsa kita. Bangsa yang multikultural dan beragam, akan tetapi bersatu dalam kesatuan yang kokoh. Selain itu, secara implisit “Bhineka Tunggal Ika” juga mampu memberikan semacam dorongan moral dan spiritual kepada bangsa indonesia, khusunya pada masa-masa pasca kemerdekaan untuk senantiasa bersatu melawan ketidakadilan para penjajah. Walaupun berasal dari suku, agama dan bahasa yang berbeda.

Kemudian munculnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928 merupakan suatu kesadaran akan perlunya mewujudkan perbedaan ini yang sekaligus dimaksudkan untuk membina persatuan dan kesatuan dalam menghadapi penjajah Belanda. Yang kemudian dikenal sebagi cikal bakal munculnya wawasan kebangsaan Indonesia. Multikulturalisme ini juga tetap dijunjung tinggi pada waktu persiapan kemerdekaan, sebagaimana dapat dilihat, antara lain dalam sidang-sidang BPUPKI. Betapa para pendiri republik ini sangat menghargai pluralisme, perbedaan (multikulturalisme). Baik dalam konteks sosial maupun politik. Bahkan pencoretan “tujuh kata” dalam Piagam Jakarta, pun dapat dipahami dalam konteks menghargai sebuah multikulturalisme dalam arti luas.
Kemudian sebuah ideologi yang diharapkan mampu menjadi jalan tengah sekaligus jembatan yang menjembatani terjadinya perbedaan dalam negara Indonesia. Yaitu Pancasila, yang seharusnya mampu mengakomodasi seluruh kepentingan kelompok sosial yang multikultural, multietnis, dan agama ini. Termasuk dalam hal ini Pancasila haruslah terbuka. Harus memberikan ruang terhadap berkembangannya ideologi sosial politik yang pluralistik.        

Perbandingan Budaya Barat Dan Indonesia dari hasil Multikultural
Budaya adalah kristalisasi nilai dan pola hidup yang dianut suatu komunitas. Budaya tiap komunitas tumbuh dan berkembang secara unik, karena perbedaan pola hidup komunitas itu. Dalam makalah ini kami mengambil contoh perbandingan budaya Jepang dan Indonesia. Dengan mengenali perbedaan kedua budaya itu, kita akan semakin dapat memahami keanekaragaman pola hidup yang ada, yang akan bermanfaat saat berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak yang berasal dari budaya yang berbeda. adapun kesulitan utama dalam membuat perbandingan budaya antara Indonesia dan Jepang disebabkan perbedaan karakteristik kedua bangsa tersebut. Bangsa Jepang relatif homogen, dan hanya memiliki sekitar 15 bahasa (tidak berarti 15 suku bangsa, karena termasuk didalamnya sign language untuk tuna rungu), dan telah memiliki sejarah yang jauh lebih panjang, sehingga nilai-nilai budaya itu lebih mengkristal. Adapun bangsa Indonesia berciri heterogen, multi etnik, memiliki lebih dari 700 bahasa, sehingga tidak mudah untuk mencari serpih-serpih budaya yang mewakili Indonesia secara nasional. Perlu dipisahkan nilai-nilai mana yang diterima secara nasional di Indonesia, dan mana yang merupakan karakter unik salah satu suku yang ada. Adapun beberapa perbedaan budaya keduanya, adalah sebagai berikut :
1. Dalam budaya  Jepang, nama keluarga dimasukkan dalam catatan sipil secara resmi, tetapi di Indonesia nama keluarga ini tidak dicatatkan secara resmi di kantor pemerintahan.
2. Di Jepang setelah menikah seorang wanita akan berganti nama secara resmi mengikuti nama keluarga suaminya. Sedangkan di Indonesia saat menikah, seorang wanita tidak berganti nama keluarga. Di Indonesia umumnya setelah menikah nama suami dilekatkan di belakang nama istri. Tetapi penambahan ini tidak melewati proses legalisasi/pencatatan resmi di kantor pemerintahan.
3. Huruf Kanji yang bisa dipakai untuk menyusun nama anak di Jepang dibatasi oleh pemerintah (sekitar 2232 huruf, yang disebut jinmeiyo kanji), sedangkan di Indonesia tidak ada pembatasan resmi untuk memilih kata yang dipakai sebagai nama anak.
4. Pemakaian gesture/gerak tubuh untuk memberikan penghormatan dan kasih sayang
Salah satu topik menarik untuk dibahas adalah bagaimana memakai bahasa tubuh untuk mengungkapkan penghormatan. Jepang dan Indonesia memiliki cara berlainan dalam mengekspresikan terima kasih, permintaan maaf, dsb.
Baik budaya Jepang maupun Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam mengekspresikan rasa hormat, rasa maaf. Jabat tangan adalah satu-satunya tradisi yang berlaku baik di Jepang maupun Indonesia. Kesalahan yang sering terjadi jika seorang Indonesia baru mengenal budaya Jepang adalah saat melakukan ojigi (menghormat dengan membukukan badan), wajah tidak ikut ditundukkan melainkan memandang lawan bicara. Hal ini mungkin terjadi karena terpengaruh gaya jabat tangan yang lazim dilakukan sambil saling berpandangan mata.


 BAB 3
PEMBAHASAN
Masyarakat Indonesia dan Akulturasi

Karakteristik Masyarakat Indonesia
Mudah sekali kita melihat karakter masyarakat Indonesia saat ini, cukup dengan memperhatikan lalu lintas Jakarta, melihat dan memperhatikan mobil dan motor yang lewat atau berada di depan kita. Dhyva (2010: 1) Karakter itu bisa saya uraikan satu per satu sebagai berikut:
1.    Kurang sabar dan mau menang sendiri
Masyarakat kita engga sabaran, maunya cepat. Banyak yang sampai belakangan di lampu merah tetap saja memaksakan diri untuk menjadi yang terdepan. Semangat menjadi yang terdepan itu bagus, tapi kalau terdepan dengan memaksakan diri merangsek ke depan lampu merah bahkan melewati zebra cross, itu sih namanya mau menang sendiri. Dan, itulah yang banyak terjadi saat ini. Kalau mau lihat yang lucu ada di lampu merah pinggir rel kereta arah dari senayan/MPR ke Pal Merah. Barisan antrian motor bisa melebar, bukan memanjang ke belakang. Saya sempat tertawa geli melihatnya. Seperti ini kah Indonesiaku?
2.    Kurang disiplin.
Wah, yang ini parah banget di Indonesia, khususnya di Jakarta. Tapi saya rasa di kota lain juga sama saja. Saya ke Surabaya, Pontianak, dan kota lainnya, sama saja. Disiplin berlalu lintas di Indonesia sangat rendah. Zebra cross dihajar, padahal itu untuk penyeberang jalan. Trotoar yang untuk pejalan kaki pun dikuasai juga oleh pengendara sepeda motor. Mau ke mana sih mas kayak dikejar setan? Banyak juga yang tidak mengerti warna lampu lalu lintas. Warna merah sering kali diartikan “sikat saja, jalan terus”, apalagi warna hijau. Saya engga habis pikir mereka itu koq bisa lulus ujian bikin SIM.
3.    Kurang toleran dan pengertian, egois.
Anda tentu pernah merasakan betapa susahnya memutar jalan. Mobil dan motor yang berada di jalur seberang tidak ada yang mau berhenti memberikan kesempatan bagi kita untuk memutar balik. Padahal ketika kondisinya berbalik di mana mereka yang memutar, pasti mereka akan mengumpat habis karena susahnya memutar. Begitulah masyarakat kita saat ini. Egois, kurang toleran.
4.    Tidak bisa diatur.
Polisi ada untuk mengatur lalu lintas agar lebih lancar.Ada juga orang yang secara ikhlas berperan mirip seperti polisi, mengatur lalu lintas agar lancar. Tapi banyak pengendara yang tidak mau diatur, mereka ingin lebih dulu, tidak mau mengalah. Inilah penyakit yang ada di masyarakat kita.


Pengertian Akulturasi
Menurut situs Wikipedia, Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Selanjutnya Galih Arianto mengemukakan bahwa,  Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing, sehingga unsur -unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu.
Misalnya, masyarakat pendatang berkomunikasi dengan masyarakat setempat dalam acara syukuran, secara tidak langsung masyarakat pendatang berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu milik mereka untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan tanapa.menghilangkan.
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa pada intinya yang dimaksud dengan akulturasi itu adalah proses percampuran diantara dua unsur budaya yang berbeda.

Proses Akulturasi di Indonesia
Mengacu dari definisi akulturasi bahwa Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Apabila Diperhatikan Prosesnya Akulturasi Terjadi Dalam Dua cara, yaitu :
1. Akulturasi damai (penetration pasifique), terjadi jika unsur-unsur kebudayaan asing dibawa secara damai tanpa paksaan dan disambut baik oleh masyarakat kebudayaan penerima.
2. Akulturasi ekstrim, terjadi dengan kekerasan, perang, penaklukkan, akibatnya unsur-unsur kebudayaan asing dari pihak yang menang dipaksakan untuk diterima di tengah-tengah masyarakat yang dikalahkan.

Dari dua cara diatas yang memberikan pengaruh positif dan negatif Namun proses akulturasi kita harus melihat dinamika dari masyarakt indonesia dan kebudayaannya, adalah yang pertama kali memperlihatkan, bahwa masyarakat dan kebudayaannya tidak pernah berada dalam keadaan statis, tetapi selalu berada dalam proses dinamis. Hal ini disebabkan karena dalam masyarakat selalu bekerja dua macam kekuatan yaitu kekuatan yang ingin menerima perubahan yang disebut progresif, sedangkan mereka yang cenderung menolak perubahan keadaan yang ada disebut sebagai kaum konservatip. Masing-masing kelompok itu mempunyai alasan sendiri-sendiri untuk mengambil sikap. Kaum progresif menginginkan perubahan biasanya karena dua alasan utama : pertama, mereka menginginkan suatu keadaan yang tidak hendak mereka pertahankan lebih lanjut karena keadaan itu tidak memberikan kepuasan hidup atau malah membuat mereka menderta secara berkepanjangan, atau kedua, mereka menapak kemungkinan baru yang diperkirakan akan membuat keadaan yang mereka alami  akan menjadi lebih baik dan maju. Namun kaum konservatip biasanya mempunyai alasan yang sebaliknya

ADAPUN CONTOH WUJUD AKULTURASI KEBUDAYAAN INDONESIA DAN KEBUDAYAAN ISLAM, YAKNI :
1.    Seni Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. Wujud akulturasi dari masjid kuno memiliki ciri sebagai berikut:
a.    Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun
semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut dengan Mustaka.
b.   Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan merupakan budaya asli Indonesia.
c.   Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam.

Mengenai contoh masjid kuno dapat memperhatikan Masjid Agung Demak, Masjid Gunung Jati (Cirebon), Masjid Kudus dan sebagainya. Selain bangunan masjid sebagai wujud akulturasi kebudyaan Islam, juga terlihat pada bangunan makam. Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari:
1.    makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat
                  tempat yang keramat.
2. makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau Kijing,nisannya juga terbuat dari batu.
3. di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup atau kubba.
4. dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam. Bentuk gapura tersebut ada yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi bentar (tidak beratap dan tidak berpintu).
5. Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang Duwur di Tuban.

2.   Seni Rupa
Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian, ditengah ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir.
Ukiran ataupun hiasan, selain ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau pada pintu dan tiang. Untuk hiasan pada gapura.

3.   Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tandatanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran.
Sedangkan dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/ aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.

4.   Sistem Pemerintahan
a.         Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh        sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
b.         Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c.         Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk  Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d.         Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa.

5.   Sistem Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Apakah sebelumnya Anda pernah mengetahui/mengenal hari-hari pasaran? Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam).
Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Dan bahkan hari pasaran pada kalender saka juga dipergunakan.
Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.

      Pengaruh Akulturasi Terhadap Masyarakat Indonesia
Adapun pengaruh yang ditimbulkan dari akulturasi terhadap masyarakat Indonesiasangat beargam,
mulai dari pengaruh positif maupun negatif, yakni :

A. Dampak negatif akulturasi di Indonesia
1.          hilangnya identitas leluhur dan budaya kita, Dalam contoh sehari-hari dapat dilihat bagaimana budaya yang nenek moyang kita wariskan lama-lama mulai luntur/hilang karena sudah tidak diperhatikan lagi, hal ini disebabkan masyarakat cenderung leih menyukai budaya luar yang dirasa lebih modern, praktis dangaya. Kita ambil contoh mengenai permainan tradisonal, banyak sekali yang sudah tidak mengenal permainan tradisionalnya, contohnya seperti enggrang, bagunduh, lempar gasing, balogo, badaku, dll. Sekarang masyarakat lebih mengenal yang namanya playstation, bilyar, skateboard, track-trackan, clubbing, shopping, dll. Secara langsung maupun tidak langsung didalam hal ini telah terjadi asimilasi dimana kebudayaan lama yang ada telah tergantikan dengan kebudayaan baru.
2.         terjadinya pencampuran budaya-budaya luar yg kurang baik kepada budaya kita yg notabene mengedepankan aspek religi, sehingga terjadi penyimpangan dalam beragama. Contoh  masuknya aliran Ahmadiyah di indonesia.
3.          memberi peluang untuk hilangnya suatu kebudayaan asli.
Sehingga akan terjadi asimilasi dalam budaya.
4.          Menimbulkan konflik antara budayawan lama dan modern.


Dampak positif akulturasi di Indonesia
1. Memberikan inovasi dalam budaya untuk menjaga dan melestarikan budaya
2. Mempererat persatuan dengan akulturasi antara kebudayaan lokal, yang ada pada masyarakat multikultural.
3. Menjadikan maayarakat tradisional mengetahui teknologi.
Sehingga menurut Ralp Linton sebagai mana yang dikutip Sajogyo (1985 : 93 ) yaitu mengenai fase perkembangan dalam sejarah manusia. Tidak perlu semua masyarakat mengalami fase tersebut. Dalam hal ini Liontin melihat perubahan teknologi yang sangat penting dan mendasar, karena menjadi dasar yang memungkinkan adanya perkembanagan yang baru dan tidak melupakan budaya nenek moyang, dalam hal ini lionton menggunakan istilah mutasi teknologi, menurutnya dalam perkembangan sejarah manusia mengalami dua mutasi sebagai berikut.
 Mutasi pertama yaitu penggunaan alat api hal ini menandai pergantian masyarakat hewani ke masyarakat manusia, teknologi inilah terjadinya perkembangan yang disebut masyarakat primitif atau masyarakat purba, atau masyarakat buta tulis.
         Mutasi kedua demostikasi hewan dan tanaman. Sebagai gantinya pengumpulan makanan, orang menemukan untuk memprodiksi makanan. Kemampuan teknologi baru ini, yaitu kekuasaan lebih besar atas alam sekitar. Sehingga banyak perubahan yang tidak melupakan budaya terdahulu, sebagai acuan perbandingan.



BAB 4
PENUTUPAN
Kesimpulan

Sebagaimana hal yang lainnya, akulturasi juga memiliki dampak positif dan negatif. oleh karena itu, perlu kita perhatikan bagaimana caranya agar kita dapat memaksimalkan dampak positif itu dan meminimalisir bahkan menghilangkan dampak negatifnya dengan cara menyaring atau memilih nilai budaya asing yang hendak diserap.
Mengembangkan nilai-nilai positif dari budaya baru tersebut tanpa membuatnya lebih diutamakan daripada budaya, apalagi menghapus budaya asli yang telah ada asli. Maka dari itu, usaha pelestarian budaya asli harus seimbang dengan pengembangan nilai posistif dari budaya asing. Sedangkan untuk nilai-nilai negatif budaya asing, tentunya diperlukan penghalang atau pembatas agar nilai-nilai negatif tersebut tidak masuk, merusak bahkan mengganti budaya asli.

Saran-saran
Saya menyarankan kepada para pembaca agar dapat lebih membaca buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan masyarakat multicultural dan akulturasi. Karena tidak bisa didiamkan lagi, bahwa hal ini adalah hal yang begitu penting dan berpengaruh sangat, begitu diharapkan kita dapat mengenali gejala-gejala adanya akulturasi dalam suatu budaya dan bisa menyaring nilai-nilai positif dan negatif dari kebudayaan asing, dan lebih menjaga atau mempertahankan budaya asli kita sendiri dan mohon maaf kalau kata-kata saya kurang sopan.. Terima kasih











DAFTAR PUSTAKA

Arianto, Galih (2010). Akulturasi. [online]. Tersedia :galihredevils.blogspot.com/2010/10/akulturasi.html – [31 Maret 2011]
Boys, Rifa (2010). Masyarakat Multikultural. [online] Tersedia :
http://rifaboys.wordpress.com/2010/05/22/masyarakat-multikultular/
[10 April 2011].
Dhyva (2010) Karakteristik Masyarakat Indonesia. [online]. Tersedia:http://dhyva.wordpress.com/2010/01/22/karakteristik-masyarakat-indonesia-10-tahun-terakhir/ [11 April 2011]
Kusumohamojdojdo, Budiono.(2000). Kebhinekaan Masyarakat di Indonesia. Jakarata : PT.Grasindo
Mulia, Sudartoyo Putra.( 2008). Perkembangan dan Akulturasi di Indonesia. [online]. Tersedia :
http://indonesianto07.wordpress.com/2008/11/09/perkembangan-dan-akulturasi-islam-di-indonesia/ [10 April 2011]
Sajogyo,Pudjiawati. (1985). Sosiologi PembangunanJakarta: IKIP Jakarta.
Suparlan, Parsudi. Masyarakat Majemuk. [online]. Tersedia :
http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/masyarakat_majemuk.html [10 April 2011
www.wikipidia.com. [08 april 2011]
Wijaya, E Juhana. (2007). Memahami IPS SMK 2.